Sang Ikan Naga Penghuni Sungai Kapuas
Sang Ikan Naga Penghuni Sungai Kapuas (akuariumhias) | Pernah jadi ikan asin yang harga nya Rp. 1000/kg, tetapi lantaran dikira pembawa rezeki serta datang dari surga, Siluk atau mungkin Arowana, -terutama yang berwarna merah diburu beberapa orang. Konsumen bahkan juga rela mengeluarkan uang jutaan rupiah.
Sebelum saat diburu, Ikan yang berbadan pipih, bersisik tidak tipis, memiliki ukuran besar, dan ‘berkumis serta berjanggut’ ini tak demikian disenangi beberapa nelayan. Ikan yang di Kalimantan disebut Ikan Naga serta di perairan Riau disebut Ikan Surga ini dikenal buas selain suka mengonsumsi ikan kecil bahkan juga anaknya sendiri, Siluk juga mengonsumsi kodok. Tetapi dengan timbulnya mitos yang meyakini bahwasanya Ikan arowana dapat membawa keberuntungan serta ketenangan untuk pemiliknya,saat ini malah jadi primadona. Perburuan juga marak di kerjakan nelayan yang dimodali beberapa penadah. Untuk Ikan Siluk yang panjangnya seputar 40 cm dapat dihargai hingga Rp. 2,
5 juta.
Di alam bebas, Ikan Siluk Merah adalah penghuni Sungai Kapuas di Kalimantan Barat. Ironisnya, di habitat aslinya ini, populasi Siluk alami penurunan cepat disebabkan penangkapan liar dan daya biaknya yang rendah. Hal semacam ini juga yang mendorong siluk masuk dalam daftar merah Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora-CITES, yang dikategorikan genting. Berarti, siluk termasuk juga satwa yang jumlahnya telah amat sedikit serta terancam punah.
Keadaan ini dapat diperkuat oleh kesaksian Juniardi, Kepala Desa Empangau, Kecamatan Bunut Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Ia menyebutkan, sejak 30 tahun. paling akhir, telah nyaris tak pernah diketemukan siluk di alam, cuma pada th. 2009 pernah diketemukan sekali di Desa Semalah.
Pemburuan siluk sudah jadi pisau bermata ganda. Satu sisi dapat menghidupi warga setempat, tetapi di sisi lain bikin siluk makin langka. Untuk melindungi kebutuhan orang-orang dan nasib siluk, maka orang-orang di seputar Danau Merebung bikin ketentuan serta melindungi bersama. Danau Merebung yaitu satu diantara dari 7 Danau di Dusun Meliau, kabupaten Kapuas Hulu yang dilindungi oleh masyarakat setempat
Satu diantara usaha perlindungan dengan cara kebiasaan yang dikerjakan yaitu dengan mengambil keputusan zona ekonomi serta zona perlindungan yang membatasi orang-orang untuk berburu. Diluar itu juga pembatasan ukuran ikan yang di tangkap. Dengan cara mandiri serta dengan kesadaran yang tinggi, orang-orang melakukan ketentuan kebiasaan itu sekalian mengawasi serta berikan sanksi untuk mereka yang tidak mematuhi.
Usaha perlindungan yang dikerjakan selama ini membawa hasil. Perlahan-lahan namun pasti, populasi ikan langka ini masih terbangun dengan baik di alam. Hal semacam ini dapat dibuktikan oleh diketemukannya induk arwana di Danau Merabung yg tidak berniat tertangkap pancing oleh pemancing professional dari Amerika. Ukuran serta beratnya juga sungguh mengagumkan. Panjangnya 140 cm serta beratnya meraih 6 kg. Setelah tertangkap, ikan ini lantas dibebaskan dari mata kail serta segera dilepaskan ke Danau Merebung oleh seseorang warga Dusun Meliau yang waktu itu mengikuti Robert Clarke, sang pemancing asal negeri Paman Sam itu.
“Secara tradisional, danau Merabung serta 6 danau yang lain di dusun Meliau memanglah dilindungi oleh orang-orang. Tetapi dengan bukti penemuan ini, pantas didorong supaya danau-danau di Meliau butuh memperoleh proteksi yang lebih resmi dengan usaha pengusulan ke DKP hingga dengan cara resmi memperoleh SK perlindungan dari pemerintah daerah, ” tegas Albertus Tjiu, Project Leader WWF Kapuas Hulu.
sejak hampir 15tahun., WWF-Indonesia sudah menggiatkan bermacam usaha pendampingan orang-orang di Kapuas Hulu. Usaha perlindungan Siluk di Dusun Meliau juga jadi satu diantara prioritas kerja WWF di Kapuas Hulu. WWF mengawali gagasan berbarengan perlindungan siluk pada th. 1997 yang waktu itu dipusatkan di Danau Empangau, dusun Meliau.
Sejak dahulu, Danau Empangau sudah jadi habitat Ikan siluk. Tetapi disebabkan perburuan, kehadiran ikan Siluk terancam punah pada th. 1995-1996. Lewat usaha restocking (pelepasliaran), pembenahan pada organisasi nelayan, pemberlakukan zona danau lindung, perumusan berbarengan tentang hukum kebiasaan sampai pengawasan oleh orang-orang setempat, pada akhirnya program pendampingan orang-orang ini juga sukses memberikan efek positif untuk keberlanjutan Siluk.
Mulai sejak th. 2000, usaha pelestarian siluk lewat restocking sudah melepas 23 ekor indukan di Danau Empangau yang saat ini sudah membuahkan 192 anakan ikan sejumlah Rp. 840 juta. Ikan yang dilepaskan di Danau Empangau ini bersumber dari swadaya orang-orang, pertolongan pemerintah daerah serta LSM yang lain. Pendekatan sama akan diduplikasi di Danau Merabung serta Danau yang lain di Kapuas Hulu.
Tetapi beberapa usaha perlindungan ini masih jauh dari cukup mengingat Perdagangan serta peredaran ikan arwana alam masih belum ditata dalam Undang-undang No. 5 th. 1990 perihal Konservasi Sumber Daya Alam Hayati serta Ekosistemnya. Belum lagi pembukaan tempat untuk perkebunan kelapa sawit besar-besaran yang sudah pasti beresiko pada Danau di sekelilingnya. Beragam hal semacam ini bila tak selekasnya jadi perhatian, maka usaha perlindungan lokasi serta spesies yang sudah dikerjakan sampai kini bakal percuma belaka.
Sebelum saat diburu, Ikan yang berbadan pipih, bersisik tidak tipis, memiliki ukuran besar, dan ‘berkumis serta berjanggut’ ini tak demikian disenangi beberapa nelayan. Ikan yang di Kalimantan disebut Ikan Naga serta di perairan Riau disebut Ikan Surga ini dikenal buas selain suka mengonsumsi ikan kecil bahkan juga anaknya sendiri, Siluk juga mengonsumsi kodok. Tetapi dengan timbulnya mitos yang meyakini bahwasanya Ikan arowana dapat membawa keberuntungan serta ketenangan untuk pemiliknya,saat ini malah jadi primadona. Perburuan juga marak di kerjakan nelayan yang dimodali beberapa penadah. Untuk Ikan Siluk yang panjangnya seputar 40 cm dapat dihargai hingga Rp. 2,
Di alam bebas, Ikan Siluk Merah adalah penghuni Sungai Kapuas di Kalimantan Barat. Ironisnya, di habitat aslinya ini, populasi Siluk alami penurunan cepat disebabkan penangkapan liar dan daya biaknya yang rendah. Hal semacam ini juga yang mendorong siluk masuk dalam daftar merah Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora-CITES, yang dikategorikan genting. Berarti, siluk termasuk juga satwa yang jumlahnya telah amat sedikit serta terancam punah.
Keadaan ini dapat diperkuat oleh kesaksian Juniardi, Kepala Desa Empangau, Kecamatan Bunut Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Ia menyebutkan, sejak 30 tahun. paling akhir, telah nyaris tak pernah diketemukan siluk di alam, cuma pada th. 2009 pernah diketemukan sekali di Desa Semalah.
Pemburuan siluk sudah jadi pisau bermata ganda. Satu sisi dapat menghidupi warga setempat, tetapi di sisi lain bikin siluk makin langka. Untuk melindungi kebutuhan orang-orang dan nasib siluk, maka orang-orang di seputar Danau Merebung bikin ketentuan serta melindungi bersama. Danau Merebung yaitu satu diantara dari 7 Danau di Dusun Meliau, kabupaten Kapuas Hulu yang dilindungi oleh masyarakat setempat
Satu diantara usaha perlindungan dengan cara kebiasaan yang dikerjakan yaitu dengan mengambil keputusan zona ekonomi serta zona perlindungan yang membatasi orang-orang untuk berburu. Diluar itu juga pembatasan ukuran ikan yang di tangkap. Dengan cara mandiri serta dengan kesadaran yang tinggi, orang-orang melakukan ketentuan kebiasaan itu sekalian mengawasi serta berikan sanksi untuk mereka yang tidak mematuhi.
Usaha perlindungan yang dikerjakan selama ini membawa hasil. Perlahan-lahan namun pasti, populasi ikan langka ini masih terbangun dengan baik di alam. Hal semacam ini dapat dibuktikan oleh diketemukannya induk arwana di Danau Merabung yg tidak berniat tertangkap pancing oleh pemancing professional dari Amerika. Ukuran serta beratnya juga sungguh mengagumkan. Panjangnya 140 cm serta beratnya meraih 6 kg. Setelah tertangkap, ikan ini lantas dibebaskan dari mata kail serta segera dilepaskan ke Danau Merebung oleh seseorang warga Dusun Meliau yang waktu itu mengikuti Robert Clarke, sang pemancing asal negeri Paman Sam itu.
“Secara tradisional, danau Merabung serta 6 danau yang lain di dusun Meliau memanglah dilindungi oleh orang-orang. Tetapi dengan bukti penemuan ini, pantas didorong supaya danau-danau di Meliau butuh memperoleh proteksi yang lebih resmi dengan usaha pengusulan ke DKP hingga dengan cara resmi memperoleh SK perlindungan dari pemerintah daerah, ” tegas Albertus Tjiu, Project Leader WWF Kapuas Hulu.
sejak hampir 15tahun., WWF-Indonesia sudah menggiatkan bermacam usaha pendampingan orang-orang di Kapuas Hulu. Usaha perlindungan Siluk di Dusun Meliau juga jadi satu diantara prioritas kerja WWF di Kapuas Hulu. WWF mengawali gagasan berbarengan perlindungan siluk pada th. 1997 yang waktu itu dipusatkan di Danau Empangau, dusun Meliau.
Sejak dahulu, Danau Empangau sudah jadi habitat Ikan siluk. Tetapi disebabkan perburuan, kehadiran ikan Siluk terancam punah pada th. 1995-1996. Lewat usaha restocking (pelepasliaran), pembenahan pada organisasi nelayan, pemberlakukan zona danau lindung, perumusan berbarengan tentang hukum kebiasaan sampai pengawasan oleh orang-orang setempat, pada akhirnya program pendampingan orang-orang ini juga sukses memberikan efek positif untuk keberlanjutan Siluk.
Mulai sejak th. 2000, usaha pelestarian siluk lewat restocking sudah melepas 23 ekor indukan di Danau Empangau yang saat ini sudah membuahkan 192 anakan ikan sejumlah Rp. 840 juta. Ikan yang dilepaskan di Danau Empangau ini bersumber dari swadaya orang-orang, pertolongan pemerintah daerah serta LSM yang lain. Pendekatan sama akan diduplikasi di Danau Merabung serta Danau yang lain di Kapuas Hulu.
Tetapi beberapa usaha perlindungan ini masih jauh dari cukup mengingat Perdagangan serta peredaran ikan arwana alam masih belum ditata dalam Undang-undang No. 5 th. 1990 perihal Konservasi Sumber Daya Alam Hayati serta Ekosistemnya. Belum lagi pembukaan tempat untuk perkebunan kelapa sawit besar-besaran yang sudah pasti beresiko pada Danau di sekelilingnya. Beragam hal semacam ini bila tak selekasnya jadi perhatian, maka usaha perlindungan lokasi serta spesies yang sudah dikerjakan sampai kini bakal percuma belaka.